Posted By : Intan Nur
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN MOBILISASI
Disusun oleh :
Nama : Intan Nur Khasanah
Nim : 13021
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
2014
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN MOBILISASI
1. PENGERTIAN MOBILITAS & IMOBILITAS
Mobilisasi yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, gampang dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diharapkan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Mobilitas fisik yaitu keadaan keika tseseorang mengalami atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile (Doenges, M.E, 2000)
Imobilisasi yaitu suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
imobilisasi yaitu suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota tubuh dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang ibarat dikala duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
2. ANATOMI FISIOLOGI MUSKOLOSKELETAL
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, mencakup sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang lantaran adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik.
Immobilisasi mengakibatkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal yaitu rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi yaitu kekerabatan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas
-Sendi kartilaginous/sinkondrodial, mempunyai sedikit pergerakan, tetapi lentur dan memakai kartilago untuk menyatukan permukaannya.
-Sendi fribrosa/sindesmodial, yaitu sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran.
-Sendi sinovial atau sendi yang sebetulnya yaitu sendi yang sanggup digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial.
-Ligamen yaitu ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
-Tendon yaitu jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang.
-Kartilago yaitu jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler.
-Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh
-Propriosepsi yaitu sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari cuilan tubuh tertentu
dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan.
a. Koordinasi Pergerakan tubuh
Otot ialah Jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi, dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan sel dari jaringan yang lain, semua ini di ikat menjadi berkas – berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsure kontraktil ( Evelyn C Pearce, 2002 ).
b. Sistem Skeletal
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Dingah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamela. Tulang diselimuti dibagian luar oleh membran ibrus padat dinamakan periosteum.Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai temat pelekatan tendon dan lugamen ( Brunner & Suddart, 2002).
3. JENIS MOBILITAS
1. Mobilitas Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas.
2. Mobilitas Sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan adanya suatu batasan dan tidak bisa bergerak secara bebas yang dikarenakan oleh adanya gangguan syaraf motorik dan sensorik pada area tubuh. (A.Aziz Alimul, 2005)
4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS
Menurut Tarwoto dan wartonah (2004), faktor2 yg mempengaruhi mobilitas antara lain:
a. Tingkat Perkembangan Tubuh
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuro muskuler dan tubuh secara proposional, postu, pergerakan dan reflek akan berfungsi secara optimal.
b. Kesehatan Fisik
Penyakit, cacat tubuh dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh.
c. Keadaan Nutrisi
Kurangnya nutrisi sanggup mengakibatkan kelemahn otot, dan obsitas sanggup mengakibatkan pergerakan kurang bebas.
d. Emosi
Rasa aman, nyaman dan gembira, duka sanggup mempengaruhi acara tubuh seseorang.
e. Kelemahan Skeletal dan Neuromuskuler
Adanya asing postur ibarat scoliosis, lordosis, dan kiposis sanggup mempengaruhi pergerkan.
f. Pekerjaan.
5. EFEK FISIOLOGIS & PSIKOLOGIS IMMOBILITAS
a. EFEK FISIOLOGIS PERUBAHAN MOBILISASI
Apabila ada perubahan mobilisasi, setiap system tubuh beresiko terjadi
gangguan. Tingkat keparahan tergantung pada umur klien dan kondisi kesehatan
secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang di alami.
1) Perubahan Metabolik.
a) Sistem endokrin merupakan produksi hormon sekresi kelenjar,
mempertahankan dan mengatur fungsi vital ibarat :
(1) respon terhadap stress dan cedera
(2) pertumbuhan dan perkembangan
(3) reproduksi
(4) metabolisme energy
b) Perubahan sistem respirator.
Klien pasca operasi berisiko tinggi mengalami koplikasi paru-paru.
Komplikasiparu-paru yang paling umum yaitu atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi.
c) Perubahan Sistem Kardiovaskuler.
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan kerja jantung dan pembentukan thrombus.
d) Perubahan Sistem muskuloskeletal.
Pada sistem muskuloskeletal mencakup gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan penurunan masa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal yaitu gangguan metabolisme kalsium danj gangguan metabolisme sendi.
e) Perubahan Eliminasi Urine.
Eliminasi urine klien berubah oleh lantaran adanya imobilisasi pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal kemudian masuk kedalam ureter dan kandung kemih akhir gaya gravitasi. Jika klien dalam recumbent atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar ibarat pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk kedalam kandung kemih melawan gaya gravitasi (Perry & Potter, 2005).
b. EFEK PSIKOLOGIS PERUBAHAN MOBILISASI
Mobilisasi mengakibatkan respons emosional, intelektual, sensorik, dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimana pun juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut, sehingga perawat harus mengopserfasi lebih dini. Perubahan emosional paling umum yaitu deperesi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur bangkit dan gangguan koping (Potter & Potter, 2005).
6. GANGGUAN FUNGSI MOBILITAS
a. Gangguan Muskulusskeletal
Osteoporosis, Atropi, kekuatan otot yang menurun
b. Gangguan kardiovaskuler
Beban kerj jantung naik, Hipotensi orthostatic
c. gangguan Respirasi
Penurunan gerak pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2004).
7. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien dikala ini mencakup alasan pasien yang mengakibatkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
2) Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa kemudian yang berafiliasi dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas
3) Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, contohnya ihwal ada atau tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
b. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
a) TD
b) Nadi
c) RR
b. Ekstermitas
a) Kelemahan
b) Gangguan sensorik
c) Tonus otot dan kekuatan otot
d) Kemampuan jalan dan berdiri
c. Tingkat kesadaran
d. Postur atau bentuk tubuh
a) Scoliosis
b) Kiposis
c) Lordosis
d) Cara berjalan
e. Pemeriksaan Radiologi : Menentukan lokasi / Luas
f. Pemeriksaan Laboratorium
g. Hb
h. Leukosit
i. Hematrokit
j. Trombosit
( Tarwoto Wartonah, 2004)
k. Mengkaji fungsional klien
TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS | KATEGORI |
0 | Mampu merawat sendiri secara penuh |
1 | Memerlukan penggunaan alat |
2 | Memerlukan pertolongan atau pengawasan orang lain |
3 | Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan |
4 | Sangat tergantung dan tidak sanggup melaksanakan atau berpartisipasi dalam perawatan |
Derajat kekuatan otot
SKALA | PERSENTASE KEKUATAN NORMAL (%) | KARAKTERISTIK |
0 | 0 | Paralisis sempurna |
1 | 10 | Tidak ada gerakan, kontraksi otot sanggup di palpasi atau dilihat |
2 | 25 | Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan |
3 | 50 | Gerakan yang normal melawan gravitasi |
4 | 75 | Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal |
5 | 100 | Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh |
c. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan Ronsen
Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
2) Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI
Memperlihatkan fraktur juga dapatdigunakan untuk -mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram :
Dilakukan kalau kerusakan vaskuler dicurigai.
4) Hitung jumlah, komposisi dan volume darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada stress berat multipel).Peningkatan jumlah SDP yaitu respon stres normal setelah trauma.
5) Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi
Perubahan sanggup terjadi pada kehilangan darah, trafusi mutipes,atau
cedera hati.
d. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Intoleransi acara berafiliasi dengan kelemahan umum
2) Gangguan mobilitas fisik berafiliasi dengan Kerusakan sensori persepsi.
3) Defisit perawatan diri berafiliasi dengan Kerusakan neurovaskuler (Tarwoto & Wartonah, 2003)
e. Perencanaan Intervensi
1) Intoleransi acara berhubungan dengan Kelemahan umum
No | Diagnosa Keperawatan (NANDA) | Tujuan Keperawatan ( NOC ) | Rencana Tindakan (NIC ) |
Intoleransi acara berafiliasi dengan Kelemahan umum | Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam : - Klien bisa mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang mengakibatkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktifitas. - Klien bisa berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR dan perubahan ECG - Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman ihwal kebutuhan oksigen, pengobatan dan atau alat yang sanggup meningkatkan toleransi terhadap aktifitas. - Klien bisa berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa pertolongan atau dengan pertolongan minimal tanpa memperlihatkan kelelahan | Managemen Energi - Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan , pengobatan - Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas. - Evaluasi motivasi dan harapan klien untuk meningkatkan aktifitas. - Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat. - Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi. - Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri. - Letakkan benda-benda yang sering dipakai pada daerah yang gampang dijangkau - Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan, cairan, kenyamanan / digendong untuk mencegah tangisan yang menurunkan energi. - Kaji contoh istirahat klien dan adanya faktor yang mengakibatkan kelelahan. Terapi Aktivitas - Bantu klien melaksanakan ambulasi yang sanggup ditoleransi. - Rencanakan acara antara aktifitas dan istirahat. - Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi, perawatan personal, sesuai kebutuhan. - Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat - Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi |
2) Gangguan mobilitas fisik berafiliasi dengan : Kerusakan sensori persepsi.
No | Diagnosa Keperawatan (NANDA) | Tujuan Keperawatan ( NOC ) | Rencana Tindakan (NIC ) |
Gangguan mobilitas fisik berafiliasi dengan : Kerusakan sensori persepsi. | Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan: - Mampu berdikari total - Membutuhkan alat bantu - Membutuhkan pertolongan orang lain - Membutuhkan pertolongan orang lain dan alat - Penampilan posisi tubuh yang benar - Pergerakan sendi dan otot - Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, dingklik roda | Latihan Kekuatan - Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melaksanakan acara latihan secara rutin Latihan untuk ambulasi - Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang kondusif kepada klien dan keluarga. - Sediakan alat bantu untuk klien ibarat kruk, dingklik roda, dan walker - Beri penguatan positif untuk berlatih berdikari dalam batasan yang aman. Latihan mobilisasi dengan dingklik roda - Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian dingklik roda & cara berpindah dari dingklik roda ke daerah tidur atau sebaliknya. - Dorong klien melaksanakan latihan untuk memperkuat anggota tubuh - Ajarkan pada klien/ keluarga ihwal cara penggunaan dingklik roda |
3) Defisit perawatan diri berafiliasi dengan Kerusakan neurovaskuler
No | Diagnosa Keperawatan (NANDA) | Tujuan Keperawatan ( NOC ) | Rencana Tindakan (NIC ) |
Defisit perawatan diri berafiliasi dengan :Kerusakan neurovaskuler | Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama... x24 jm Klien bisa : - Melakukan ADL berdikari : mandi, hygiene verbal ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian, toileting, makan-minum, ambulasi - Mandi sendiri atau dengan pertolongan tanpa kecemasan - Terbebas dari bacin tubuh dan mempertahankan kulit utuh - Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus - Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri - Makan dan minum sendiri, meminta pertolongan kalau perlu - Mengosongkan kandung kemih dan bowel | Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva, rambut, kulit - Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus - Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi - Anjurkan klien dan keluarga untuk melaksanakan oral hygiene setelah makan dan kalau perlu - Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi kalau ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit. Bantuan perawatan diri : berpakaian - Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri - Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/ terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian Bantuan perawatan diri : Makan-minum - Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan - Fasilitasi alat bantu yg gampang dipakai klien - Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien dikala makan Bantuan Perawatan Diri: Toileting - Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia),kognitif(menahan untuk toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas) - Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi selama toileting - Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di daerah yang gampang dijangkau - Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melaksanakan toileting secara teratur |
DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimul (2005), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H.Kencana,A.Hartono, M. Ester, Y.Asih, Terjemah). (Ed.8) Vol 1. Jakarta : EGC
Dangoes, E, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Editor Ester Monika,
Yasmin. Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan. Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta : EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Potter, P.A dan Perry,A,G. (2005). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.
Susan J. Garrison, (2004), Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik. Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah, 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment