MAKALAH DENGAN
PENYAKIT SHOCK KARDIOGENIK
Disusun oleh:
1. Anggita Fitri Z. (11002)
2. Dwi C (11010)
3. Intan P. (11018)
4. Lilik W (11020)
5. M.Nur R.Aji (11025)
6. Nerilita T.K (11027)
7. Setyaningrum (11039)
8. Sri purwanti (11042)
9. Sulastri W (11044)
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, lantaran atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini sanggup selesai tepat waktu. makalah ini dibentuk untuk memenuhi kiprah Keperawatan Medikal Bedah 1(KMB1). Makalah ini berisi wacana pengertian,etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi, investigasi diagnostik, penatalaksanan, dan asuhan keperawatan, pada klien hernia. Makalah ini diperlukan bisa menjadi tambahan rujukan untuk mahasiswa keperawatan. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh lantaran itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen penanggung jawab mata kuliah semoga dalam pembuatan makalah berikutnya bisa lebih sempurna. Akhir kata kami berharap makalah ini sanggup bermanfaat bagi banyak orang. Terima kasih wassalamualaikum wr.wb.
Sragen,21 maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman judul...............................................................................................1
Kata pengantar..............................................................................................2
Daftar isi........................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................4
A. Latar balakang.................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................5
Bab 2 Pembahasan
A. Pengertian........................................................................................5
B. Anatomi...........................................................................................6
C. Klasifikasi .......................................................................................6
D. Etiologi............................................................................................6
E. Tanda dan gejala..............................................................................7
F. Pathway...........................................................................................9
G. Patofisiologi...................................................................................10
H. Pemeriksaan penunjang..................................................................10
I. Penatalaksanaan medis...................................................................11
J. Komplikasi......................................................................................13
K. Managemen keperawatan...............................................................13
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan.....................................................................................22
B. Saran ..............................................................................................23
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang terang dari parameter hemodinamik, akan tetapi trauma kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang terang antara sindrom curah jantung rendah dengan trauma kerdiogenik.
Mirip dengan shock lain menyatakan, cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa klinis dicirikan oleh penurunan output urine, diubah pemikiran, dan hypotension.. Karakteristik klinis lainnya termasuk pembuluh darah di leher distension dengan urat darah halus, jantung cepat, dan busung berkenaan dengan paru-paru. Terbaru calon studi cardiogenic shock mendefinisikan cardiogenic shock dipertahankan sebagai hypotension (tekanan darah systolic [BP] kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari 30 menit) dengan bukti yang memadai dengan jaringan hypoperfusion ventrikular kiri (LV) mengisi pressure.1 tisu hypoperfusion didefinisikan sebagai pinggir-pinggir hambar (sejuk kaki dari inti), oliguria (<30 mL / h), atau keduanya. Kardiogenik trauma merupakan trauma yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997). Perkiraan terbaru kejadian trauma kardiogenik antara 5%-10% dari pasien dengan infark miokard. Perkiraan yang tepat sulit lantaran pasien yang meninggal sebelum menerima perawatan di rumah sakit tidak menerima diagnosa. Dalam membandingkan monitoring awal dan bergairah sanggup meningkatkan dengan terang kejadian trauma kardiogenik. Studi dari Worcester Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian kardiogenik trauma 7,5%. Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum penggunaan streptokinase dan jaringan aktivator plasminogen untuk menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang diteliti. Insiden kardiogenik trauma 7,2% yakni sebuah rata-rata yang ditemukan pada percobaan trombolitik multisenter yang lain . Kebanyakan penyebab dari kardiogenik trauma yaitu infark miokard akut, walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya memiliki fungsi ventrikel kiri yang membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat sanggup menjadi infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi miokardial dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium viable sanggup juga menjadi penyebab atau memperlihatkan bantuan untuk terjadinya perkembangan kardiogenik trauma pada pasien sesudah mengalami infark miokard (Hollenberg,S.,2003).
B. Rumusan problem
Apa dan bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, investigasi medis, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit hernia.
C. Tujuan
Mahasiswa bisa untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisilogi, investigasi medis, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan pada klien dengan hernia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berafiliasi dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jaringan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik trauma yaitu keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akhir dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).
B.Anatomi
C.Klasifikasi
Syok sanggup dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin usang semakin berat:
1. Tahap I, trauma berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, sanggup menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang jago tidak sanggup lagi dihindari, yang pada karenanya menuju kematian.
D. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup terang (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
Pada fatwa keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada fatwa masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.
1. Tahap I, trauma berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, sanggup menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang jago tidak sanggup lagi dihindari, yang pada karenanya menuju kematian.
D. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup terang (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
Pada fatwa keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada fatwa masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.
E. Manifestasi klinis/tanda dan gejala
1.Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2.Hipoperfusi jaringan.
3.Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4.Anggota gerak teraba hambar (cool extremities).
5.Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6.Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
7.Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi berat (severe bradycardia) lantaran terdapat high-grade heart block.
8.Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9.Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10.Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11.Poor capillary refill.
12.Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13.Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14.Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15.Suara nafas sanggup terdengar terang (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings) dari edem paru akut (acute pulmonary edema).
16.S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar bunyi jantung asing (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
17.Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk cardiogenic shock. Edema permukaan (peripheral edema) sanggup mensugesti gagal jantung kanan (right-sided heart failure).
F. Pathway
|
|
|
|
Necrosis miokard
Kerusakan otot jantung
Gangguan kontraktilitas
miokardium
Disfungsi ventrikel kiri
Syok kardiogenik
|
I.
|
|
|
G. Patofisiologi
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik trauma perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik trauma semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan mengakibatkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan mengakibatkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi yaitu vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997)
Gambar simpulan hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik trauma perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik trauma semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan mengakibatkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan mengakibatkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi yaitu vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997)
Gambar simpulan hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan asing memperlihatkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah lantaran perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jikalau CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan asing memperlihatkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah lantaran perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jikalau CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
I. Penatalaksanaan
a) Tindakan umum.
Ada banyak sekali pendekatan pada penatalaksanaan trauma kardiogenik. Setiap disritmia mayor harus dikoreksi lantaran mungkin sanggup mengakibatkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila fatwa biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b) Farmakoterapi.
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa dipakai yaitu katekolamin yang sanggup meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif menyerupai natrium nitroprusida dan nitrogliserin yaitu obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini mengakibatkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume intravaskuler keperifer dan mengakibatkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara tekanan darah yang adekuat.
c) Pompa Balon Intra Aorta.
Terapi lain yang dipakai untuk menangani trauma kardiogenik mencakup penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem sumbangan mekanis yang paling sering dipakai yaitu Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP memakai counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan acara elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk memilih position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang menimbulkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.
d) Penatalaksanaan yang lain :
1) Istirahat
2) Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam.
3) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil yang diperlukan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada ketika pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu tanda-tanda awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4) Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari semoga tidak menganggu istirahat pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien sanggup mengalami kehilangan cairan sesudah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi pernapasan.
6) Pemberian oksigen.
7) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
J. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, lantaran pembentukan bekuan vena lantaran stasis darah.
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akhir pemakaian obat-obatan digitalis.
a) Gangguan ventrikular ejection
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akhir pemakaian obat-obatan digitalis.
a) Gangguan ventrikular ejection
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi lantaran ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolic(Raharjo,S.,1997).
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997)
K. Managemen Keperawatan
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997)
K. Managemen Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Biopsikososial-spiritual
v Oksigen
Gejala :
· Dispnea tanpa atau dengan kerja
· Paroxymal nocturnal dyspnea
· Pernapasan cheyne stokes
· Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Tanda :
§ Peningkatan frekuensi pernafasan
§ Sesak/sulit bernafas
§ Tampak pucat, sianosis
§ Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
v Nutrisi
§ Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
§ Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat tubuh
v Eliminasi
ü Gejala : Oliguri
ü Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
v Gerak dan aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Pola hidup menetap
Tanda :
o Takikardi
o Dispnea pada istirahat atau aktifitas
v Istirahat dan Tidur
§ Gejala : insomnia/susah tidur
§ Tanda : kesulitan ketika akan tidur dan sering terbangun ketika tidur akhir nyeri dan sesak napas.
v Pengaturan suhu tubuh
Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba hambar (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
v Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melaksanakan kiprah perawatan diri.
v Rasa Nyaman
Gejala :
· Gelisah
· Meringis
· Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Lokasi : Biasanya di tempat subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, dan punggung.
Kualitas : Rasa menyerupai ditekan, diperas, menyerupai diikat, rasa menyerupai dicekik.
v Sosialisasi
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS dan ancaman kematian.
Tanda :
¨ Kesulitan istirahat dengan tenang
¨ Respon terlalu emosi ( murka terus-menerus, ketakutan )
¨ Menarik diri
¨ Gelisah
¨ Cemas
v Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, problem tekanan darah.
Tanda :
· Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).
· Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi berat.
· Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar bunyi jantung abnormal (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
· Irama jantung sanggup teratur atau tidak teratur .
· Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
· Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampilan umum (inspeksi) :
- Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akhir acara simpatis berlebih.
- Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
- Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai berpengaruh adanya stemi.
- Oliguri (urin < 20 mL/jam).
- Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
b Denyut nadi dan tekanan darah (palpasi):
ü Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
ü Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
ü Nadi teraba lemah dan cepat
ü Tensi turun < 80-90 mmHg.
c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
- Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
- Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat sementara.
- Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
- Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
· Elevasi segmen ST sanggup terobservasi. Right-sided leads sanggup memperlihatkan suatu pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk penyebab–penyebab lainnya dari trauma kardiogenik.
· Pada pasien lantaran infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berafiliasi dengan trauma yaitu anterior. Global ischemia lantaran severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
2. Radiografi
· Radiografi dada (chest roentgenogram) sanggup terlihat normal pada mulanya atau memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:
a. Cephalization lantaran dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b. Saat tekanan diastolik simpulan ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya citra fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli, mengakibatkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
· Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada penderita trauma kardiogenik:
a. Kardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jikalau hasil trauma kardiogenik berasal dari infark miokard yang pertama, namun membesar jikalau ada riwayat infark miokard sebelumnya.
3. Bedside echocardiography
· Ini berkhasiat untuk menunjukkan:
a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
4. Laboratorium
· Penemuan laboratorium :
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise progressively).
c. Hepatic transaminases terang meningkat lantaran hipoperfusi hati (liver hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) sanggup mengakibatkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya memperlihatkan hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana sanggup dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fractionnya, terang meningkat, begitu juga troponins I dan T.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berafiliasi dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berafiliasi dengan gangguan fatwa darah sekunder akhir gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena).
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berafiliasi dengan stress berat jaringan dan spasme reflek otot sekunder akhir gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berafiliasi dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat, tidak bergairah.
C.Rencana Keperawatan
No Dx keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akhir sekunder dari kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome (ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam sesudah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien memperlihatkan tdk ada tanda-tanda distress pernafasan
-klien menandakan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang sehat sanggup mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan modalitas terapi ini yaitu u/ memperlihatkan dukungan ventilasi hingga integritas membrane alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan yaitu :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan
3. Oksigen yaitu obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial memiliki imbas samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-72 jam tanpa menimbulkan keganjilan fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan untuk ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat ( contohnya kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk mempertahankan Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akhir imbas ventilasi mekanik dan embel-embel akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 , yang akan memilih kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.
2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akhir sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung sanggup teratasi dan memperlihatkan tanda vital dalam batas yang sanggup diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas tanda-tanda gagal jantung
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, pola letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 hingga 5 L/mnt 1. kiprah utama perawat yaitu memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin dipakai dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah lantaran menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai fatwa darah kedalam serambi yang distensi murmur sanggup memperlihatkan inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung sanggup memperlihatkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut berpengaruh disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, output urin biasanya menurun selama tiga hari lantaran perpindahan cairan ke jaringan tetapi sanggup meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
5. Dapat memperlihatkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akhir sekunder dari penurunan curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah, frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan imbas hipoksia / iskemia.
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berafiliasi dengan penurunan fatwa darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system hematologik akhir sekunder dari trauma yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. kiprah utama perawat yaitu memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin dipakai dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. lantaran adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak sanggup menoleransi peningkatan beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang mengakibatkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T sanggup terjadi lantaran peningkatan kebutuhan oksigen.foto thoraks sanggup memperlihatkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akhir sekunder dari kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome (ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam sesudah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien memperlihatkan tdk ada tanda-tanda distress pernafasan
-klien menandakan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang sehat sanggup mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan modalitas terapi ini yaitu u/ memperlihatkan dukungan ventilasi hingga integritas membrane alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan yaitu :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan
3. Oksigen yaitu obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial memiliki imbas samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-72 jam tanpa menimbulkan keganjilan fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan untuk ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat ( contohnya kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk mempertahankan Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akhir imbas ventilasi mekanik dan embel-embel akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 , yang akan memilih kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.
2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akhir sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung sanggup teratasi dan memperlihatkan tanda vital dalam batas yang sanggup diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas tanda-tanda gagal jantung
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, pola letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 hingga 5 L/mnt 1. kiprah utama perawat yaitu memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin dipakai dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah lantaran menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai fatwa darah kedalam serambi yang distensi murmur sanggup memperlihatkan inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung sanggup memperlihatkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut berpengaruh disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, output urin biasanya menurun selama tiga hari lantaran perpindahan cairan ke jaringan tetapi sanggup meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
5. Dapat memperlihatkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akhir sekunder dari penurunan curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah, frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan imbas hipoksia / iskemia.
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berafiliasi dengan penurunan fatwa darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system hematologik akhir sekunder dari trauma yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. kiprah utama perawat yaitu memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin dipakai dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. lantaran adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak sanggup menoleransi peningkatan beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang mengakibatkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T sanggup terjadi lantaran peningkatan kebutuhan oksigen.foto thoraks sanggup memperlihatkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
D.PELAKSANAN / IMPLEMENTASI
Dengan cara memperlihatkan obat-obatan intravena yang meningkatkan kontraktilitas dan perjuangan untuk menurunkan beban awal dan akhir, serta pemasangan pompa balon intra aorta.
Obat-obatan inotropik positif, menyerupai dobutamin dan amrinol, di pakai untuk meningkatkan kontraktilitas
Dengan alat bantu ventrikular assistdevices (VADs)
Dengan alat bantu ventrikular assistdevices (VADs)
Pilihan terakhir dengan jantng buatan
E.EVALUASI
1. Klien harus selalu dipantau dengan cara mengukur nadi, tekanan darah, periksa juga bunyi jantung, bunyi nafas, irama jantung,frekuensi jantung dan investigasi fisik lainnya
2. Pastikan jalan nafas tetap adekwat, bila tidaksadar sebaiknya di lakukan inkubasi.
3. Rasa nyeri akhir infark akut yang dapatmemperberat trauma yang ada harus diatasidengan pemberian morfin
4. Berikan oksigen 8- 15 L / menit denganmenggunakan masker.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syok kardiogenik yaitu dyok yang disebabkan lantaran fungsi jantung yang tidak adekua, menyerupai pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya mencakup hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. Etiologi trauma kardiogenik antara lain : Penyakit jantung iskemik, obat-obatan yang mendepresi jantung,gangguan irama jantung.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya mendapatkan dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang sanggup mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca
No comments:
Post a Comment